ANTALALAI .COM | ISLAMIC WEB PAGE | IN INDONESIA
quran hadits fiqih tajwid sejarah kisah doa sedekah artikel fadhilah buku





Hati seseorang tidak dapat mencintai dua hal dalam kadar dan waktu yang sama, apalagi bila keduanya bertentangan.

ما جعل الله لرجل من قلبين في جوفه

Allah samasekali tidak menjadikan bagi seseorang dua buahhati dalam rongganya (QS. 33:4)

Kecintaan kepada dunia dan kecintaan kepada Allah adalah dua jenis kecintaan yang berbeda. Setiap kecintaan kepada sesuatu mempunyai dua bentuk atau tingkat.

Pertama, ia (sesuatu yang dicintai) menjadi pusat dan landasan bagi segala aktivitas, emosi, cita-cita dan harapan si pecinta. Di sini, mungkin yang bersangkutan melakukan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan apa yang dicintainya itu, tetapi ini hanya bersifat sementara, segera sesudahnya ia akan kembali ke landasan kecintaannya. Bukankah itu merupakan pusat segala aktivitasnya?

Kedua, kecintaan kepada sesuatu telah mendarah daging pada diri seseorang, bersenyawa dengan kepribadiannya, sehingga ia tidak lagi melihat sesuatu kecuali apa yang dicintainya. Segala aktivitasnya hanya bertumpu kepadanya, demikian pula emosi dan harapannya, tidak ada lagi hubungan sekunder. Berbeda dengan bentuk pertama.

cinta terhadap apa pun tidak terlepas dari kedua bentuk di atas, baik cinta kepada Allah maupun kepada benda. Anda tentu pernah mendengar atau membaca bagaimana orang-orang sufi begitu mendalam cintanya kepada Tuhan, sehingga merasa dirinya telah menyatu dengan-Nya. Atau, seperti tulis Ibnu Sina: “Di mana-mana dia melihat satu saja, melihat Allah swt.” Atau seperti kata Al-Hallaj, “Saya adalah al-Haq”, atau ungkapan lain, “Tidak ada di balik jubah ini, kecuali Allah.” Keadaan yang sama dialami oleh seseorang yang dimabuk cinta asmara, salah satu kata bersayap adalah :

Apa nama yang kuberikan kepadamu?
Apakah kunamai engkau bisikan hati (Najwa),agar hatiku selalu membisikkan namamu sepanjang hayatku, atau Laila, agar kuhidupkan kembali kisah cinta Si Majun yang caintanya sekelumit dari cintaku? Tidak, engkau kan kunamai”aku” (Ana). Karena engkau adalah aku dan akau adalah engkau...

Seseorang yang mengaku cinta kepada Allah – dalam bentuk pertama yang dikemukakan di atas – dapat melakukan apa saja yang tidak berkaitan dengan objek kecintaannya, bahkan mungkin bertentangan dengannya, tetapi hanya sesaat dan segera ia kembali ke posisi semula. Seseorang yang cinta kepada dunia dalam bentuk pertama, mungkin Anda temui dia shalat, berpuasa dan haji, bahkan mungkin bersedekah dengan tangan terbuka, tetapi yang demikian itu hanya bersifat sementara. Sehingga, bila pekerjaan-pekerjaan tersebut dihadapkan dengan kecintaannya kepada dunia, atau dia berada dalam posisi memilih salah satunya, maka pasti yang dipilihny adalah yang sesuai dengan objek cintanya, dan yang menjadi pusat serta landasan segala aktivitasnya. Seseorang dapat mengukur dirinya ketika dihadapkan dengan pilihan semacam ini.

Ada orang yang mencintai harta benda seperti yang digambarkan dalam bentuk pertama, ada pula dalam bentuk kedua yang jauh lebih keras dan bentuk pertama. Bentuk kedua ini mengantarnya untuk mempergunakan segala daya dan cara demi memperoleh apa yang dicintainya itu dan dia tidak akan pernah puas. Merekalah yang dimaksud oleh suatu ungkapan: “Dunia bagaikan air laut, semakin banyak diminum, semakin menimbulkan dahaga.”

Bagi mereka yang sepertiini, Tuhan tidak mempunyai tempat lagi di dalam hatinya,dan Tuhan pun tidak akan memberinya tempat yang layak. “Siapa yang menjadikan dunia sebagai tumpuan perhatiannya, maka sedikit pun tidak akan diperolehnya dari Allah.”


CINTA
MENIKAH
KELUARGA
SEJARAH
HARTA
Kehidupan


 Antalalai | Cinta Allah dan Cinta Dunia